Ritual ruwat untuk orang per orang (person).
Ritual ruwat untuk lingkungan dan bangunan.
Ritual ruwat untuk suatu wilayah yang luas.
Ruwatan Diri Sendiri
Pada saat ini ruwatan yang dilakukan oleh sebagaian masyarakat Jawa jauh berbeda dengan kebudayaan peninggalan pada zaman Hindu-Budha. Hal ini merupakan suatu kewajaran karena mengikuti hukum dinamika zaman. Ruwatan untuk diri sendiri lazimnya bukan disebut ruwatan, walau memiliki tujuannya sama sebagai upaya membersihkan diri dari sengkala dan sukerta (dosa dan sial). Lelaku sebagai wujud atau bentuk dari ruwatan bagi diri sendiri ini juga sering dilakukan oleh sebagian mansyarakat Jawa agar mendapatkan kebersihan jiwa. Ritual ruwatan ini memiliki banyak sebutan, antara lain adalah Ruwatan Anggara Kencana.
Ruwatan diri sendiri dilakukan dengan cara-cara tertentu seperti melakukan puasa (ajaran sinkretisme), melakukan berbagai macam selamatan, melakukan laku tarak brata atau tapa brata. Dalam tradisi spiritual masyarakat Jawa, bertapa merupakan bentuk laku atau cara berprihatin. Laku tapa termasuk lelaku. Lelaku adalah tindakan untuk membersihkan diri dari hal-hal yang bersifat gaib negatif. Dengan memasukan unsur kekuatan (fisik dan non fisik) yang bersifat positif ke dalam diri, gunanya untuk menciptakan keseimbangan energi dalam tubuh. Orang yang terkena sengkolo dan sukerto, artinya energi dalam dirinya lebih didominasi oleh kekuatan negatif (buruk) yang disebabkan oleh banyak faktor yang berasal dari dalam dirinya sendiri maupun dari luar dirinya.
Khususnya ruwatan untuk diri sendiri dapat dilaksanakan dengan pakem sederhana maupun dengan pakem standar yakni dengan pagelaran wayang kulit dengan lakon dan uborampe khusus ruwatan. Semua itu merupakan pilihan bagi siapa yang akan melaksanakan. Jika ruwatan dilakukan oleh orang yang memang memiliki kemampuan ekonomi yang memadai, biasanya ruwat murwakala dilakukan dengan mengadakan pagelaran wayang kulit. Pagelaran wayang kulit ini berbeda dengan pagelaran yang pada umumnya dilakukan. Pagelaran wayang kulit dilaksanakan pada siang hari dan dilakukan oleh dalang yang benar-benar mampu (bukan sekedar bisa) meruwat.
Ruwatan Untuk Lingkungan
Ruwatan yang dilakukan untuk lingkungan hidup lazimnya disebut pemagaran yakni teknik memasang pagar gaib pada suatu lokasi atau bangunan. Tujuannya antara lain :
Memberikan daya magis yang bersifat menahan, menolak, atau mengalihkan energi negatif yang berada dalam rumah atau yang hendak masuk ke dalam rumah. Metode semacam ini biasanya dilakukan dengan menanam rajah, membaca doa-doa dan mantera. Lebih dari itu bisa dilakukan dengan cara menanam tumbal yang diperlukan, misalnya dlingo-bengle di setiap sudut bangunan dan gerbang. Bisa juga menanamkan kepala kambing, hingga yang paling mahal misalnya menanamkan kepala kerbau. Masing-masing tergantung kebutuhan dan menyesuaikan berat ringannya suatu gangguan.
Menciptakan pagar gaib agar tidak dapat dimasuki orang yang hendak berniat jahat. Memberikan kekuatan gaib yang bersifat mengusir atau mengurung seorang pelaku kejahatan, misalnya pencuri yang masuk ke dalam rumah ia takan menjadi bingung sehingga tidak mampu menemukan pintu keluar rumah yg dicuri. Atau mengurungkan niat si pencuri yang akan memasuki sebuah rumah calon sasarannya, karena dalam pandangan si pencuri rumah itu berubah menjadi hutan, kuburan atau laut. Pemagaran semacam ini termasuk untuk mengurung makhluk halus pengganggu yang berbeda dalam lingkup pagar gaib. Mahluk halus dimaksud adalah mahluk halus kiriman atau suruhan seseorang yang ingin mencelakai.
Pemagaran dengan tenaga dalam atau energi. Lazimnya dilakukan oleh praktisi tenaga dalam. Pemagaran tenaga dalam ini bisa pula digabung dengan media garam (garam kasar) dan air sebagai unsur alam yang alamiah penetralisir energi negatif.
Tujuan utama dilakukannya pemagaran gaib pada manusia dan lingkungannya ini bila berhasil akan menciptakan lingkungan yang aman, nyaman, tenteram, sejahtera, jauh dari gangguan bangsa manusia dan makhluk halus suruhan manusia.
Ruwatan Untuk Desa atau Wilayah Yang Luas
Ruwatan Murwakala ini disebut pula sebagai ruwat bumi. Pagelaran wayang biasanya dilakukan pada malam hari. Karena pagelaran wayang untuk ruwat bumi merupakan acara yang sangat sakral dan memerlukan biaya yang cukup banyak, maka pelaksanaan ruwatan dilakukan dan dibeayai oleh institusi. Seperti halnya dilakukan oleh Kraton Jogja dan Solo, begitu pula beberapa daerah setingkat Kelurahan hingga Provinsi acapkali mempunyai jadwal rutin untuk melakukan pangruwatan bumi. Ruwat bumi bertujuan memperoleh keselamatan dengan cakupan yang sangat luas. Bukan hanya bangsa manusia, tetapi mencakup bangsa hewan dari hewan terkecil seperti gurem (kutu ayam), tengu, hingga binatang paling besar seperti gajah. Begitupula ditujukan untuk meruwat bangsa tetumbuhan dan bangsa mahluk halus. Dilakukan dengan pagelaran pewayangan yang membawakan lakon Murwa Kala dan dilakukan oleh dalang khusus memiliki kemampuan dalam bidang ruwatan. Ruwat bumi adalah ruwatan paling besar dan berat. Tidak setiap dalang kuat melakukan pangruwatan bumi. Ragam sesaji dan uborampe sangat beragam dan tidak boleh ada yang terlewatkan satu pun. Walaupun sesaji dan uborampenya lengkap, dalangnya pun harus benar-benar dalang pinilih, dalang yang kuat secara batin, dan ilmu spiritualnya mencapai kesadaran kosmologis. Sebab jika tidak kuat resikonya adalah muntah darah atau bahkan mati karena tidak kuat saat Bethara Kala hadir dan merasuk ke dalam diri ki dalang. Sepadan dengan banyaknya beaya serta beratnya resiko, hasil dari pangruwatan bumi akan sangat menakjubkan. Kehidupan masyarakat yang aman, tenteram, adil, makmur dan sejahtera. Buminya yang penuh berkah, gemah ripah loh jinawi ayom ayem tentrem kertaraharja. Itu karena kehidupan tata kosmos keseimbangan alam berlangsung secara kompak dan harmonis dengan pola hubungan yang penuh welas-asih