1) al-Muthma’innah (jiwa yang tenang)
Maka apabila jiwa merasa tentram kepada Allah Ta’ala, tenang dengan mengingat-Nya, dan bertaubat kepada-Nya, rindu untuk bertemu dengan-Nya, dan menghibur diri dengan dekat kepada-Nya, maka itulah nafsu muthma’innah (jiwa yang tenang). Itulah jiwa yang dikatakan kepadanya tatkala wafat (meninggal dunia),
2) al-Ammaarah bi as-suu’ (jiwa yang suka menyuruh kepada perkara buruk)
Adapun kebalikan daripada itu maka ia adalah nafsu ammarah bis suu’ (jiwa yang suka menyuruh kepada perkara buruk). Ia memerintah pemiliknya dengan apa-apa yang sesuai dengan hawa nafsunya berupa syahwat-syahwat yang menyesatkan (maksiat) dan mengikuti kebathilan (paham yang menyimpang). Dan itulah tempat segala keburukan.
3) al-Lawwaamah (jiwa yang suka mencela)
Adapun kata lawwaamah, ada ikhtilaf (perbedaan pendapat) tentang akar katanya. Apakah ia dari kata talawwum (berubah-ubah sikap dan bimbang) atau dari kata al-laum (tercela)? Dan ungkapan-ungkapan ulama salaf di antara dua makna tersebut. (Lihat ad-Durrul Mantsur 8/343)